English Japanese Chinese Simplified Russian Portuguese French German Dutch

Jumat, September 25, 2009

PURA MAJAPAHIT DI TABANAN DIBAWA DARI TROWULAN

i-om

Ketika Pratima dan Pusaka Pura Majapahit Trowulan Nyejer di Puri Anom 2003-2004, Pura Majapahit berada di Tabanan, Pratima adalah Simbul Pura, terbukti Ketika banyak Berita Koran Banyak Pratima Pura di Bali di Embat Maling, disebutkan Odalan yang sudah dipersiapkan "BATAL", jadi Pratima di Plangkiran itu sudah Pura, sebab Dah Hyang Nirata, ketika datang Bali pun membudayakan Plangkiran, karena di Jawa Candi - Candi di Hancurkan Para Wali dan pengikutnya [ Sejarah Kadiri oleh: Tan Koen Swie], maka untuk penghormatan Leluhur cukup di taruh Plangkiran, agar mudah dibawa, dan di Stanakan cukup di Gedong/Klenteng dan Umat lalu ber'doa didepan Pratima, ini dilakukan di jawa, kalau Bali Pelinggih, Meru, dll lestari, Pura-Pura tidak dihancurkan seperti di Jawa, jadi Bali masih beruntung bisa melestarikan Adat, Odalan, Caru dll, Nasib Leluhur di Jawa memang Tragis, sudah tidak punya Candi di Gedung/Klenteng pun di larang 1965-2000 dituduh Orang Komunis tidak Bertuhan alias Muja Pek kong, Karena adat islam hanya menyembah satu Tuhan yaitu Allah, dan Pura Majapahit Trowulan pun di Tutup, bahkan diserbu dan di Bom Imam/Takmir Arab Karyono cs, Hingga Para Keturunan Majapahit Bali yang tidak ditumpas [hanya kena Bom Bali 1-2] mengundang Leluhur Majapahit untuk di Upacarai di Bali, Terbukti ketika di Puri Anom di Upacarai TUMPAK LANDEP Keris Gajahmada Menunjuk kan Keboleh'an membuat Pohon Beringin berusia ratusan tahun didepan Puri Brantakan, hingga pagi harinya puluhan Truk membersihkan dahan-dahan Pohon yang Porak Poranda dihantam Sinar Keris berwarna Biru kekuning-kuningan dari jarak 200 meter, dan membuat gempar masyarakat Dunia, Tentunya agama islam menuduh Roh Setan/sihir [Sudah ada SMS dari Trowulan mengatakan Siluman], Kehebatan Leluhur yang pernah menyatukan Nusantara dilecehkan bangsa sendiri yang berjiwa Arab, akhirnya Para Keturunan Majapahit banyak dikutuk tanahnya [Buku Sejarah Kadiri terbitan Tan Koen Swie], Makan nasi Aking, Jadi Budak ke Arab negara yang disucikannya, pulang mati, kena Banjir, Tsunami, Lumpur Lapindo dll, tapi yang mengagumkan tatap kukuh dengan Takdir Ilahi seolah nasib ditangan Arab, tidak mencontoh Bali yang melestarikan Adat menghargai Leluhur hidup nya lebih enak, bahkan bisa nyumbang inves di Trowulan biarpun gagal, seprti Pak Agung [Kolonel, sudah Tewas] kini Puranya untuk Masjit, Bapak Ida Bagus Basma [Batubulan] beserta Mangku Alit [Pernah di India], Tanah Calon Pura nya terbengkalai dll dsb dst, Di Tabanan, Pratima Wisnu dan Sakti nya, sebenarnya sudah dibuatkan Pelinggih di Puri Sunantaya Penebel, ketika Nyejar di Puri Anom selesai pindah GWK, Hyang Suryo yang Ber Abiseka Sri Wilatikta Brahmaraja XI sudah meresmikan pelinggih [2 buah] di tanah Puri di bukit yang ada Klebut/Mata airnya, jalan menuju Pura Biaung, belakangan Gusti Kukuh beserta Tetua dari Penebel mengatakan di GWKbahwa  Hyang Suryo dibuatkan rumah, Sertifikatnya hampir selesai, Juga dibelikan Pintu,Jendela Ukiran seharga 40 juta, sambil nyicil kita bangun kata Gusti Kukuh yang Putra Gusti Madan satu-satunya Ahli "SRADHA" di Dunia, Karena Kesibukan PP trowulan, dan Odalan, Hyang Suryo belum sempat ke Sunantaya, juga tidak enak menanyakan, Karena tempat nya jauh, dan Terakhir di Undang Mengikuti Upacara Odalan "Srada" yang memang agak lain Bantennya, Mungkin Pura ini agak Kurang dikunjungi umum karena dianggap milik Gusti Madan kelompok Parati Sentana Arya Damar, sedang Puri Anom Parati Sentana Arya Kenceng, Leluhur Mereka Bersaudara sama-sama Putra Sri Wilatikta Brahmaraja I dan Permaisurinya yang ada di Pura Besakih [dijelaskan di Blog lain], Jadi Leluhur Kawitan Majapahit di Tabanan sudah ada, dan biarlah diupacarai Keturunannya di Puri Sunantaya itu, Ketika Nyejer di Puri Anom Tabanan, Hyang Suryo ber nostalgia, karena pada th 1957 pernah berada di Penebel desanya Senganan dirumah Adik Perempuan Bpk. Gede Sumadi yang waktu itu Pegawai Negri di Denpasar [juga belajar Ilmu tentang Majapahit pada Tetua/Sesepuh setempat], Kala itu bermain di sawah yang hijau berundak-undak didampingi Gadis kecil membawakan hasil buruan, yaitu Capung, Belalang yang ditangkap pakai getah nangka di lidi kemudian disambung pelepah daun pisang agar panjang, Mandi di Sungai berbatu, ada Pancurannya, Ternyata sampai kini tempat itu masih seperti yang dulu, hanya penduduknya berubah Moderen, ada jalan aspal, dulu jalan kaki di atas tanah, ada pasar. Terminal pokoknya maju sekali, tapi biarpun moderen Adat Budaya masih Lestari Pura-Pura Lama masih tegak berdiri, Odalan, Tetoyan, Caru dll tetap jalan sampai kapan pun, Inilah yang membuat Hyang Suryo menangis tersedu-sedu sampai membuat heran Orang Tua yang diajak ngobrol ketika bercerita Odalan, Pura, Adat setempat masih seperti 1957 dimana waktu itu istilah Hindu belum dikenal. karena belum lahir, Kini Mereka mengaku Ber Agama Hindu, tapi adat sebelum ada Hindu tetap mereka Lestarikan, yaitu semua Pura masih tempat Berstana nya Leluhur yang disebut Bhatara/Bhatari saking Wit Majapahit, jadi tidak sadar bahwa Para Leluhur Mjapahit yang Nejer di Puri Anom masih di Upacarai dan Punya Pelinggih/Persimpangan sampai Pelosok pedesaan dan tetep di Lestarikan sampai Kapunpun, mungkin selama Bali masih ada biarpun banyak yang tidak mengerti mereka tetap melesterikan dengan jawaban "MULA KETO" jadi Bali memang Majapahit. Jadi Pura Majapahit memang sudah di Tabanan sejak Zaman Majapahit Raja Bali Arya Kenceng , Biar Bumi bergoncang, Pemerintah memberi Agama Resmi Hindhu, Yang mengagumkan Praktek "SIWA- BUDHA" Majapahit tetap Dijalankan tanpa henti, inilah Ketika Hyang Suryo merenung di tepi Sungai berbatu tempatnya Bercengkrama dengan Gadis Desa mirip Pratima Leluhur Putri Majapahit yang tidak berbaju, hanya mengenakan Kain Batik/Kamen,  ketika itu sempat tersentak sadar disapa Gadis masa kini sambil membawa Honda Bebek mengenakan Celana Jin/Koboy berbaju Kaos bertulisan bahasa inggris sambil berkata "Makan sudah disiapkan, mari dipanggil Ibu pulang" Buyarlah Lamunan Masa Lalu Gadis kecil berbusana Majapahit yang mirip Patung-Patung kecil Terakota yang banyak ditemukan di Trowulan dan disebut "BALI AN"  karena mirip Orang Bali tempo Dulu, sebuah lagu Cina yang paling Pavorit mungkin semua orang hafal not nya berjudul "Wang Si Cening Wei Wei" artinya "MASA LALU YANG TAK TERLUPAKAN DAN TIDAK AKAN TERULANG LAGI" dan masih terbayang seperti baru kemarin sore, Sekelompok Gadis bermain sambil bernyanyi " Curik-Curik Tememplang Alang Alang Boko Boko Tiyang Meliii Poh He, Aji Satak Aji Satus Kepeng Enyet Enyet, Kemudian dua Gadis berpegangan Tangan melingkari Tubuh Hyang Suryo seolah ditangkap agar tidak bisa Lepas dan Lagu setelah menangkap Hyang Suryo dilanjutkan " Mare Bakat e Nak Bagus Keceng Enyet Enyet......Naaaaa Bakat" mungkin ini di Bali sudah langka, tapi golongan Tua mungkin masih bisa membayangkan kenangan ini, Permainan Putra Putri di Puri Zaman Dahulu, Permainan ini pun Dilakukan Di Keraton Majapahit, Daha, Kadiri, Jenggala, Kahuripan dll, Karena ini permainan Peninggalan Majapahit asli, di Jawa sudah punah 500 tahun yang lalu karena tidak adalagi Putra Putri Keraton Majapahit, yang ada Putra Putri Wali pakai jilbab main Terbangan dan Sam'roh an menyanyi bahasa Arab bawa Rebana/ Kempling/Kendang Tipis Khas Arab. kalau tidak salah lagunya " Ala wakbar Ala wakbar Ala Huwa Hu Akbaar...."[ditulis berdasarkan suara lagu] ini pemandangan di pedesaan Majapahit sekarang, sangat beda dengan di Bali, tahun 1964 muncul lagu -lagu baru di Bali kalau enggak salah " Ngijeng Cening jumah, Meme luwas malu...." juga "Rikalaning sedek dina Redite, jalan rurung pada rame keentasan, Bel sepede, bel Dokar ngempengan Kuping, Ngaje ngelod nganginan Ngengauhan..." demikianlah Bali masa Lalu dan Masa kini yang tetap Upacaranya di Pura-Pura yaitu Odalan, Tetoyan, Caru dll tetap lestari biarpun diterpa Globalisasi, Dahulu Bali masih banyak Mpu pembaca Lontar Tulisan Bali yang tiap malam membacakan Lontar, Pekak Penyarikan, Pekak Parentet, Tukak Made dll mereka semua telah tiada, sekarang Lontar disalin huruf ABC baru dibacakan, Pembaca Lontar sudah Jarang, Buku Sejarah Kadiri Terbitan Tan Koen Swie [dikirim Puri Gading awal 2009] masih seperti Lontar Bali bertulisan Aksara Jawa, dan yang ingin melihat silahkan datang ke Pura Ibu Majapahit diletak kan di Plangkiran belakang Ganesa Dwimuka dan selalu diberi Canang dan di Enyiti Dupa oleh Mangku GRP. Nokoprawirodipuro dari jawa. Buku ini sekarang dijadikan "Sejarah Kadiri" oleh Pemda Kediri, Era Orde Baru Buku ini dilarang dibaca dianggap melecehkan Agama Islam, sangat Ironis Sejarah Bangsa harus rela dihapus demi kehendak Segelintir Orang Jawa yang ikut Arab. sekali lagi ironis,- Pidato Terakhir Bung Karno "Jangan sekali-kali Meninggalkan Sejarah" terkenal dengan "JASMERAH" sebelum Beliau di Tahan pemerintah R.I yang didirikannya, yang sebelumnya Pengikut Beliau Ditumpas sampai Akarnya dan dituduh Komunis, Akhirnya Beliau Tewas masih dalam status Tahanan R.I, kemudian Ajaran, Buku-Buku yang mengandung Soekarno dilarang,- lagi lagi Ironis. Masa kini Orang merindukan membayangkan Kebesaran Majapahit Pemersatu Pencipta Pancasila, Kitab Negarakertagama sudah diterjemahkan [Puri Gading dibawakan Mangku Noko awal 2009] biarpun Menurut Ketua Yayasan Negarakertagama Bapak Harmoko sewaktu peresmian Petilasan Gajahmada di Lambang kuning Kertasana, dikatakan Sedang diterjemahkan tapi belum Tuntas, sebab sebagian yang di Leiden Belanda terbakar, Mungkin di Puri Bali ada yang menyimpan Terjemahan Lengkap, Seperti Babon Pararaton Aslinya masih ada, Dterjemahkan Jaman Islam jadi agar islam memperbolehkan terbit, di buatlah Ken Arok Perampok dan Pemerkosa, ini Pelecehan Leluhur, Tapi Beliau setuju di jelek kan demi Anak Cucu bisa mengetahui Sejarah Leluhurmya daripada tidak ada samasekali, Dan kita Akui Kehebatan Para Pujangga Yang Merekayasa Buku agar bisa tetap terbit, Tidak mungkin Bhatara Siwa putra Brahmaraja Perampok, Lihat Lontar Asli segudang di Gedong Kertiya Musium Buleleng, Tak satupun Lontar menjelek kan Bhatara Siwa, Karena di Jawa Buku-Buku Lontar Buda dibakar dan dilarang dibaca Masyarakat [Sejarah Kadiri] bahkan diera Orde Baru sama juga Buku yang tidak disenangi Islam dilarang, maka Orang menerbitkan ya agak direkayasa, ini sampai-sampai Orang Bali pun terseret kepikiran Arab ikut percaya Ken Arok Perampok, lagi lagi Ironis. Demikianlah ini sekedar penjelasan, diterima tidak pun tidak ada masalah, yang penting setidaknya kita berjuang membela Leluhur kita, seperti Bali biarpun Mulaketo, Kritis, suka mempertanyakan Leluhur, bahkan di debat, tapi biarkan, mereka toh tidak bisa lepas, Tetap pulang bersimpuh di Pura ikut Odalan kecuali yang Kawin dan berda di Jawa ikut Agama Suci Yang benar dan memang paling benar yaitu Islam. Yang nutup, Nyerbu, Nge Bom Pura Leluhur Kafir Majapahit, Ajaran Buda adalah Sabar, Bahkan Nabi Isa Putra Mariyam, Nabinya Kristen mengajarkan "Ditempeleng pipi kiri, berikan yang kanan" marilah kita meniru Buda "Jujur-Sabar-Narimo" semua ada Ahlinya, contoh Densus 88 ahli Teroris dan memang tugasnya, berhasil menangkap Ali Orang Arab pendana Teroris, Bahkan berhasil menembak Nurdin Top, sampai Dunia memberi ucapan Selamat, kecuali Antek Teroris tentunya marah, jadi serahkanlah Ahlinya, Kita tenang saja, Negara Kita punya AD, AU, AL, Polisi, Mentri, Presiden, DPR/MPR masak kalah sama Arab? Jangan Bangga dulu Ada Komentar Orang Orang Ngaku Kristen Alvatar berkata: Raja datang sebagai Raja, Hyang Suryo Cari Keris di Bali, disuru Cari didasar Laut, kita maklum Orang sekarang sangat Tolol, ngaku Kristen Tidak tahu sejarah Nabinya, Anggap Orang Gila, sudah jelas Isa/Jesus lahir di Kandang, dikejar-kejar Tentara Roma, sampai di Salib, disalibnya ditulisi INRI artinya Raja Orang Yahudi, jadi belum sempat jadi Raja sudah di Salib, Sampai-Sampai Santo Petrus Pendiri Gereja Katolik Leluhurnya Para Paus "Menyangkal tidak kenal Yesus Karena Takut dibunuh Tentara Roma" ini tidak dipelajari, Hati-Hatilah Ngaku beragama tertentu kalau tidak ngerti Agama yang dianut, Alvatar bisa di Gebuk ki Orang Kristen nanti, Hyang Suryo tidak pernah mengaku beragama, hanya ngaku BERA'GEMAN  Siwa-Buda, pernah diminta Darmawacana di Gereja Ngemingan Solo, bahkan di Undang ke Universitas Darul Ulum Jombang, Lulus Leidergrafd Uni Timur Jauh Misionary [Asia Timur Raya], Mangkanya jangan sok ngaku, kalau dapat pengakuan ya boleh lah, Ketika Hyang suryo Mendapat Penghargaan Hidu Muda Award 2006 bahkan mengaku bukan Hindu dan Trisandiya tidak bisa, dan Tidak berterimakasi atas penghargaan, Tapi akan mencerminkan Tingkah Laku sesuai Agama Hindu, silahkan Dinilai, jadi Oranglah yang mengakui bukan ngaku ngaku, Bahkan ada Orang Tokoh Agama Islam mengakui Hyang Suryo Islam dan dinamakan Bi Illmil Ulama [diberi surat penghargaan] ketika dijawab Hyang Suryo Bukan Islam, Sang Kiyai mengatakan Perbuatan Hyang Suryo Mrncerminkan Islam, entah Islam Aliran mana?

Ungkap Kenyataan © 2010 Brahmaraja XI | Majapahit Kingdom