English Japanese Chinese Simplified Russian Portuguese French German Dutch

Selasa, Oktober 20, 2009

RUWATAN PERTAMA SEJAK 500 tahun RUNTUHNYA MAJAPAHIT

i-om
Untuk menyambut Odalan di Pura Majapahit GWK Panitia membuka Berita Tentang Kiprah Hyang Surya ketika di undang ke Bali RADAR BALI  18 Oktober 2003 DENPASAR - Ratusan pusaka warisan kerajaan Majapahit,berupa Keris, tombak, pedang dan arca arca kembali dipamerkan kepada masyarakat  umum di Bali. Kali ini memilih monumen perjuangan rakyat Bali Bajra Sandhi, Renon, sebagai tempat pameran, Pameran dibuka Jumat kemarin oleh IB Raka Wedha dari Dinas Kebudayaan Bali. Pameran benda Pusaka warisan Majapahit ini adalah kali keempat di Bali dan berakhir 27 Oktober nanti, Tiga lokasi pameran sebelumnya dipulih Kintamani, Art Centre dan Sanur. Nyejar Leluhur Majapahit dari Pura Majapahit Trowulan, judul dari pameran benda pusaka kali ini. Hadir Hyang Suryo Wilatikto sebagai Ketua Pura Majapahit Pusat Trowulan, Jawa Timur. Panitia pameran Sony Ignatius [DR lulusan Leden] mengatakan , pameran tak semata-mata memperkenalkan benda-benda pusaka warisan Majapahit. Tapi sebagai tindakan penghormatan kepada Leluhur. Sekaligus mengembangkan pemikiran Filosofi dalam kehidupan sehari-hari. Hyang Suryo Wilatikto mengakui ada Kekuatan NISKALA yang mendorong pameran di Bajra Shandi. Ada Mangku Karauhan dan menyebut "Bajra Sandhi", Monumen megah di kawasan civic centre Renon, ini diterjemahkan sebagai kehendak diatas agar pameran di Bajra Sandhi. Selama berlangsung pameran panitia membuka pintu lebar-lebar bagi masyarakat, termasuk hari Sabtu dan Minggu [ima] YANG PERTAMA SEJAK RUNTUHNYA MAJAPAHIT 500 TAHUN YANG LALU ,

Denpasar - Rabu [15/10] lusa, Ketua Pura Majapaht Trowulan Hyang Suryo Wilotikto akan memimpin Ruwatan terbesar abad ini yang akan dilaksanakan di Bali. Dalam ruwatan terbesar yang diadakan kali pertama sejak runtuhnya Kerajaan Majapahit ini Hyang Suryo akan didampingi Prabu Agung Darmayasa dari India. Ditemui di Inna Sindhu Beach Hotel, Sanur, Minggu [12/10] kemarin, Hyang Suryo menjelaskan, Ruwatan ini tergolong Istimewa karena untuk pertamakalinya digelar Wayang Majapahit [Bali] dari Mengwi yang tidak pernah dipakai sejak keruntuhan Majapahit. Selain Prabu Agung Darmayasa, Hyang Suryo juga akan didampingi Mangku Pura Jambangan, Ida Pedanda Buruan Bang Manuaba dalam memimpin Doa prosesi sesajian. Ruwatan seperti ini, menurut Hyang Suryo, merupakan tradisi Kerajaan Majapahit yang bertujuan untuk membersihkan dan menyucikan jiwa raga komunitas bangsa agar terlepas dari segala macam ketidak beruntungandalam menjalani kehidupan. Diharapkan, dengan ruwatan ini kita semakin menyadari  eksistensi kita sebagai mahluk yang selalu membutuhkan pembaharuan menuju kebenaran dan kebajikan. Dalam ruwatan lusa itu, Hyang Suryo akan menumpangkan Cakra, senjata bhetara Wisnu [peninggalan Kerajaan Majapahit] diatas kepala orang yang diruwat. Sementara itu Prabu Agung Darmayasa dari India akan memerciki orang yang diruwat dengan Air Suci yang diambil dari seluruh mata air di seluruh Dunia. Dengan itu, orang yang diruwat akan terhindar dari malapetaka dan segala bentuk kesialan lainnya. Diakhir Ruwatan, potongan rambut orang yang diruwat akan dihanyutkan ke laut sebagai simbol pelepasan segala ketidak baikan dan ketidak beruntungan, Dibagian lain juga disinggung , krisis berkepanjangan yang tak kunjung selesai melilit bangsa ini merupakan akibat dari sikap negara  dan bangsa Indonesia sendiri. "Semua itu karena bangsa Indonesia melupakan budaya, Mereka hanya mengambil dari tanah, tapi tidak mau memberi," kata Hyang Suryo. "Tapi ini khusus di Jawa, di Bali tidak, orang di jawa hanya mengambil dari tanah dan tidak mau memberi sesajian, korban dan persembahan" sambung Hyang Suryo. Bahkan menurut Hyang Suryo, Bali adalah Majapahit "Tulis, Bali adalah Majapahit, Semua yang dipraktekkan di Bali itu adalah tradisi Majapahit, India lain, dan, semua praktek itu sudah punah di jawa," kata Hyang Suryo dengan suara tinggi dan lantang. " Sekarang alam sudah marah, mangkanya panas dimana mana, lautpun marah. Maka sering ganas makan korban, semua itu karena kita melupakan mereka, Kita hanya ambil, tidak mau kasih pulang," kata Hyang Suryo.

Ditambahkan Hyang Suryo, Indonesia sekarang keadaan gawat, dimana-mana orang lebih mementingkan kelompoknya, "ini gawat makanya perlu diruwat bangsa ini," tandasnya. Acara ini, menurut Hyang asurya , tidak ada hubungan dengan agama, ini seratus persen budaya "Ini budaya, kami punya mentri sendiri kok, tidak ada hubungan dengan agama" katanya [MAT] DENPASAR, NUSA  Ratusan krama Bali mengikuti mengikuti acara ruwatan massal di Hotel Inna Sindhu Beach, Denapasar, Rabu [15/10] Mereka mendapat percikan tirta dari tokoh spiritual Bali Prabu Darmayasa , Tirta itu berasal dari ribuan mata air diseluruh dunia dan dipercaya membari kekuatan bagi penerimanya , disamping Prabu Darmayasa, ruwatan juga dilakukan juru ruwat Hyang Suryo Wilotikto , Ketua Pura Mjapahit Pusat Trowulan yang dipercaya meruwat Kta Kediri dan Jawa Timurselain itu ruwatan juga dihadiri Mangku pura jambangan Menguwi, Menurut Hyang Surya Wilatikta, penyelenggaraan ruwatan ini merupakan ruwatan terbesar yang pernah dilakukan dan baru pertama ini ruwatan menggunakan Wayang Majapahit "Baru kali ini saya menggunakan wayang Majapahit [Bali]" ujarnya. Ruwatan ini dilakukan dengan metode budaya, dimana semua Agama bisa mengikutinya, tujuannya untuk menghilangkan segala bentuk ketidak baikan dan ketidak beruntungan dalam hidup, Dalam kesempatan tersebut Hyang Surya menumpangkan Ckra [senjata Bethara Wisnu Peninggalan Majapahit -red] diatas kepala yang diruwat agar terhindar dari malapetaka, Hyang Suryo mengatakan acara ini sebagai lanjutan acara Gema Perdamaian yang dilaksanakan Minggu [12/10] dilapangan puputan Badung "Kita ingin agar kedamaian dimuka bumi ini cepet terwujut, sebagaimana halnya kita dapat berkumpul ditempat ini tidak memandang adanya suatu perbedaan suku" NUSA 16 Oktober 2003,- Demikianlah Salinan berita Ruwatan  dimana waktu itu Ruwatan diadakan tidak dipungut biaya, Wayang, sesaji datang sendiri dari Maturan Ngayah Umat Keluarga besar Majapahit yang ingin mendapat Kerahayuan dari Leluhur Majapahit yang diundang ke Bali akibat ditutupnya Pura Majapahit Trowulan oeleh Kelompok yang anti Budaya Majapahit, juga Ruwatan ini sangat menguntungkan, coba berapa biaya bila ruwatan di Trowulan? juga Odalan selalu diadakan besar besaran mengkngat berapa ongkos untuk naik Bus ke Trowulan? jadi Penutupan ada Hikmahnya bagi yang tidak mampu ke Trowulan, mereka bersatu padu mengusahakan Pura Leluhur agar bisa di Bali, akhirnya diundanglah ke GWK  dan nanti Odalan Puara Majapahit GWK jatuh 2 November 2009, 1 November Pratima Prabu Airlangga Kawitan Jawa Bali akan diiring dari Gedong Ruko Puri Gading jam 16.00 Wita ke GWK Panitia Gusti Kampial, Gusti Noko, Gusti Heker dll Pihak GWK panitia Penyambutan Drs. Komang Artanegara selaku pegagawai GWK dan Bendahara Pura menurutnya Dana Odalan, maturan ngayah Gamelan, Tarian, dll sudah "Beres semua" perhatian Pencinta, Pendukung, Simpatisan, Keturunan Majapahit sangat besar, tanpa meminta minta semua datang dengan sendirimya dengan tulus iklas demi Leluhur, yang tanpa Beliau kita tidak mungkin ada di Dunia ini sesuai Hukum Allah ke lima [di blog lain] kita harus menghormati Orang tua agar memperoleh Surga dan Usia yang panjang ini Buku Internasional, tanpa buku inipun Bali sejak dulu dan kapanpun selalu melestarikan adat menghormati Leluhur dengan Odalan dan Caru selalu,- [team Panitia Odalan] 20-10-2009,-

Ungkap Kenyataan © 2010 Brahmaraja XI | Majapahit Kingdom