Di Trenggalek Jawa Timur TV memberitakan dengan gencar adanya suara Gemuruh dan tanah ambles, Hingga Brahmaraja yang leluhurnya berada diwilayah Jenggala [sekarang Trenggalek] datang untuk melihat, Sebelumnya juga Team Ahli Geologi dari Bandung Jawa Barat datang menyelidiki dan memasang Pencatat Gempa, dan hasilnya belum ditemukan penyebabnya.
Dengan berbekal Informasi Kepolisian [Foto atas] tentang Lokasi suara Gemuruh yang berada di Daerah Watu Limo, Perigi dan Kampak, Brahmaraja bersama Mr. Lee ahli Struktur Tanah [Foto bawah kanan], Mr. Tio Pengusaha Marmer dan Mr. Go Sik Kian Ketua Klenteng Tri Dharma se Jawa Timur datang ke Gunung Pikulan, Karena Ilmiah belum ditemukan, Jadi diselidiki secara Metafisika / Niskala, Dimana dilihat dari Naga Tahun posisi ekor Naga ada di Perigi, Sayap Naga berupa 2 sirip berada di Gunung Pikul yang Kembar seperti Pikulan, Penduduk setempat dianjurkan Brahmaraja bikin acara "Ruwat Desa".
Menurut Terawangan Mbah Karno yang Wajahnya menyeramkan mirip Tengkorak hidup dan langsung dengan Ilmunya memijit Brahmaraja agar sehat dan bisa momong Kawulanya [Foto tidak bisa ditampilkan], pada 1970 an Pemuda Karno sempat ke Kalimantan sambil memperdalam Ilmu bersama Orang Dayak Pangeran Burung, dan kini pulang ke Pantai Selatan Trenggalek, Simbah bilang Bila Naga Goyang akan terjadi Gempa dan Tsunami [Alun Minggah Ing Daratan kata Sabdopalon], hingga di Pantai Popoh dipasang "Awas bahaya Tsunami" Dan Brahmaraja secara Pribadi melarung Sesaji di Tempuran Sidem [Foto bawah kiri] dan bila bepergian Brahmaraja selalu membawa Sesaji dan Dupa untuk nyuguh Leluhur, Mak Sri yang berusia 47 tahun penduduk setempat yang kesehariannya berjualan Rujak Cingur berkata " Sak umur urip Kulo nembe ningali Sesaji teng Janur Bunder..." Wanita ini seumur hidup baru pertama kalinya melihat Brahmaraja melarung Sesaji aneh yang tidak pernah dilihatnya. sebab sejak 1965 acara Nyuguh ini dilarang dan Pelakunya banyak yang dibunuh dengan cap Komunis padahal desa terpencil ini tidak ada hubungannya dengan Peristiwa G 30 S di Lobang Buaya Jakarta dan didesa Orang bikin Lobang untuk nanam pisang juga dibunuh dituduh bikin Lobang Buaya, Bahkan Klenteng Leluhur dan Bahasa serta tulisan China dilarang termasuk Buku Tan Khoen Swie yang beraksara Jawa juga dilarang malah Buku Tan ini 2006 jadi Sejarah Kadhiri. Ditambahkan juga Buku yang berbau Sukarnoisme dilarang waktu itu, Dan Nama Bung Karno pun mau dihapuskan dari Sejarah. Juga leluhur Brahmaraja di Trenggalek ini Arcanya 1965 digelundungkan jatuh kebawah Gunung tapi keesokan harinya Arca itu kembali lagi ditempat semula, kalau diangkat Manusia tidak masuk akal, karena berat dan medannya sulit, kalau diderek Halikopter juga tidak mungkin, Tempat ini Burung lewat saja jatuh, pernah F 16 lewat juga jatuh ini aneh tapi nyata dan sekarang malah ada suara Gemuruh dibawah Gunung.
Menurut Mbah Riadi dan Mbah Damiri Juru Kunci Punden Reco di Popoh pada 1965 Orang yang suka Nyuguh pada dibunuh dengan cap PKI dan Kuburan para Korban ada di "Eko Boyo" Dan Mbah Karno ketika memijat Brahmaraja banyak bercerita tentang pembunuhan Orang Kejawen yang tidak ke masjid, serta membenarkan di Eko Boyo tak terhitung yang dikubur disana, Sedang di Perigi juga Pembunuhan terjadi dan tempat itu disebut "Pelem Sungsang". Kata Mbah Wirya Balung yang juga badannya tinggal tulang. Entah bertapa tidak makan, atau memang miskin kurang makan. Kedua tempat ini masih ada dan sangat dikenal Penduduk yang tua bahkan yang mudapun ikut mengetahui akibat cerita yang tua, Dan kepada Brahmaraja juga malah cerita muter muter berita TV tentang Penyerbuan Ahmadiyah bahkan menyimpan Jawa Pos yang ada gambar 2 mayat ditumpuk dan ada Orang tertawa sambil bawa Parang "ini mirip 1965 Orang pada dibunuh dengan Klewang" kata Mbah Mingun Hardjo, dan Berita Pembakaran Gereja juga Dagelan DPR hingga Lawak Srimulat kalah lucu dan Srimulat akhirnya kukut / tutup, Brahmaraja keheranan dan bertanya "Lho disini apa punya TV ?" penduduk menjawab tiap rumah punya, bahkan ada Parabola dan Indo vision kata seorang Gadis sambil main Internet dengan HP merk BB buatan China Brahmaraja hanya bisa Geleng Geleng Kepala sambil meng Gelogok / minum langsung Degan yang disuguhkan Sang Gadis hingga tetes terakhir, dan anehnya Gadis desa ini bisa naik pohon kelapa lagi..Untung Pohonnya tidak tinggi, Dan lebih lucu lagi ada anak kecil memperlihatkan HP nya yang mana ada gambar Brahmaraja, "Ini lho Udengnya sama..." Brahmaraja tidak bisa mengelak dan tangannya memegang Kepala si Anak yang dipanggil Bejo "Wah pinter kowe iki...." mangkanya sambutan penduduk sangat meriah, habis anak kecil sudah tahu dan pada memberitahukan Orang Tuanya kalau Brahmaraja datang dan pakai Udeng hitam ciri Khasnya. Dimana Hyang Bhatara Agung Surya Wilatikta ini tahun 2000 pernah Upacara Waisak di Candi Boyolangu yang masuk Negarakertagama, ditambah 2002 Meruwat Kota kadhiri jadi masyarakat Jenggala / Tulung Agung dan Kadhiri cukup mengenalnya Dan 4 Maret malam Brahmaraja upacara Tumpengan Nyepi [Bali Ngerupuk] di leluhur Jenggala Pura. Sedang di Gunung memang tidak ada Listrik jadi pakai Oncor / Obor sambil Kotek'an mengusir Kolo agar tidak mengganggu.
Jadi sangat dimaklumi bila Wanita yang biasa dipanggil "Sri" baru kali ini melihat Sesaji dilarung Brahmaraja yaitu Bunga beberapa macam ditaruh dalam Tempat Bundar terbuat dari Janur Kuning serta dibakarkan Dupa Lidi, Sebab sejak dibunuhnya Para Tukang Suguh leluhur maka acara nyumet Dupa Keluk Keluk sudah tidak dilaksanakan lagi, Dan belakangan ini mulai digalakkan lagi Acara Nyumet Dupa dan Nyuguh Danyang Gunung Pikul yang berupa Kebo Ireng [Bali Kebo edan]. Foto atas Brahmaraja bersama Mr. Yongki dari Malang yang masih keturunan Gajah Mada dan selalu Mendampingi Brahmaraja bila berkunjung ke leluhur. Dimana Pria yang wajahnya mirip Gajah Mada ini banyak disalami penduduk. Juga di Kuto Gede Jogja Acara "Manten Genderuwo" dihidupkan lagi tahun lalu, Di Madiun, Kediri, Ponorogo dll juga Acara "Manten Tebu" dihidupkan bila Pabrik Gula mau giling. Agar tidak ada kecelakaan dan hasilnya memuaskan, ini di Bali namanya Caru dan selalu diadakan tiap Odalan, Bhatara Kala disuguh agar tidak mengganggu, Di Jawa pun mulai dihidupkan Ruwat Deso dan Nyuguh Danyang serta Kolo agar desa selamat. "Berapa sih biaya Tumpeng ? kalau kena sakit aneh disekolah pada Kesurupan Kolo marah kan biayanya tambah besar ?" kata Mbah Gimin yang masih percaya Kolo itu ada dan harus di suguh [Bali : Caru].
Dari Tanggal 1 sampai 7 Maret Brahmaraja tinggal di Hotel Istana dan sangat dirahasiakan karena kalau bocor pihak Hotel akan dirugikan dengan banyaknya Orang Sowan, bahkan pernah Sekampung sowan hingga GM Hotel Sahid Kuta kebingungan takut Hotelnya runtuh, Dan Brahmaraja juga sudah menerima banyak Tamu Manca Negara, antara lain dari Malaysia yang mengaku Keturunan Prabu Joyoboyo Kadiri, Taiwan Keturunan Dewi Kwan Im [Foto atas kiri] Dll Tamu lokal yang datang mau infes Marmer, Dan Brahmaraja mempertemukan dengan Mr. Gunawan yang juga punya Gunung Marmer dan selalu Sowan ke Hotel menyiapkan Sarana ke leluhur, Serta Brahmaraja meninjau Gunung Marmer yang dipotong secara Canggih denga Rantai Intan, hingga bisa berbentuk Balok agar mudah dimasukkan Peti Kemas untuk di Export. Dan kebetulan SBY baru pidato agar tidak mempersulit Investor di Daerah. Dan Tulung Agung memang sejak Zaman Belanda Terkenal Marmernya, dimana Meja Marmer ber Cap VOC masih banyak dimiliki Penduduk dan harganya mahal karena Antik. Meja Kuna ini banyak dincar Kolektor Asing.
Brahmaraja juga mengunjungi Pelabuhan Tua Jenggala di Perigi Sebuah Teluk yang indah, Juga penduduk dianjurkan Selamatan Ruwat Desa termasuk Para Pemuda bertato juga siap urunan uang Tumpeng agar terhindar dari Ramalan Sabdopalon yang mulai terbukti Tanah merekah dan nanti Orang terseret kedalamnya, Kalau Pageblug sudah terjadi di TV malah ada Antraks dan Ungas pada mati serta Wereng Putih di Serang dan Sumedang, Kalau Batu Gemeludug sudah jelas di Magelang, Lamongan, Bojonegoro dan Jember juga tertimpa Batu dan Kayu yang menghantam rumah penduduk. Bahkan Bromo dan Merapi masih membuat Bencana sampai hari ini. Foto atas Brahmaraja bersama Mr Andre di Reco Pentung [Dwara Pala] kanan bersama Mr Lee ahli Struktur Tanah yang malah percaya Naga adalah Lung Ni Putri Laut Timur Pengawal Dewi Kwan Im yang disini disebut Ratu Mas. Latar belakang Foto adalah Gunung Pikulan.
Demikianlah Tahun Baru Saka 1933 Brahmaraja berada di Jenggala melihat Tempat leluhur yang dibawahnya ada Suara gemuruh dan banyak Tanah Amblesnya, Seta berdiskusi dengan Pinisepuh setempat tentang Naga Dina dan Naga Tahun, dan anehnya di Tanah yang ada Gemuruhnya GPS mati total membuat Mr Yongki agak heran, Tapi diluar area Sakral Gunung Boto Ijo malah hidup kembali, mungkin ada Magnet bumi yang membuat kompas dan GPS terganggu, jadi Teknologi canggih kadang tak bisa diandalkan untuk menyelidiki hal yang Irasional, Soal Naga ini Prof DR Damarjati Soepajar dari UGM Jogja juga membenarkan melalui HP kepada Brahmaraja, Ilmiah / Skala dan Gaib / Niskala kan harus berimbang imbuhnya. Hal ini juga dikatakan Mr Lee yang ahli Struktur Tanah dan berpendidikan Tinggi tapi malah percaya Dewi Kwan Im naik Naga, jadi Naga memang ada kata Mr. Lee [Foto atas kanan], Memang Pendidikan Tinggi kalau dibarengi Percaya leluhur akan Imbang Ilmiah / Sekala dan Gaib / Niskala seperti Pria paruh baya asal Taiwan yang ahli Struktur Tanah ini. Juga Orang Zaman Dahulu yang Waskita dan bisa meramlakan kejadian masa depan ratusan bahkan ribuan tahun lagi, Seperti Prabu Joyoboyo dan Sabdopalon yang ternyata Ramlannya Men Dunia, kita harusnya bangga kepada leluhur yang bisa bikin Borobudur Keajaiban Dunia bukan malah bangga dengan leluhur Orang, Contoh kita diklaim Turunan Adam yang baru berusia 6000 tahun, padahal kita punya Fosil 1,4 juta tahun yang hanya ada di Solo Jawa Tengah, dan Beijing China, juga kita disebut Bangsa Atlantis yang hilang dimana kala itu Manusianya sudah sangat maju bisa bikin Laser. Sekarang ? malah jadi bangsa tolol dan budak yang mati dibuang di Tong Sampah di Arab. Kata Bung Karno kita bukan bangsa Tempe [diinjak injak], kita bangsa yang besar !!! SEMOGA....
[Team Reporter Independent Majapahit diketuai Andre Andhika Candi Ponggok Blitar]
[Team Reporter Independent Majapahit diketuai Andre Andhika Candi Ponggok Blitar]